Senin, 18 Mei 2009

Awas Jajanan Anak SD Terkontaminasi Bakteri

Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Atma Jaya Jakarta telah menemukan bahwa jajanan anak-anak sekolah khususnya sekolah dasar ternyata mengandung bakteri yang dapat mengancam kesehatan anak. Jajanan yang terkontaminasi bakteri adalah beberapa jenis minuman yang dipasarkan di beberapa sekolah. Minuman tersebut telah terkontaminasi sejumlah bakteri. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan mengingat anak-anak sekolah dasar pastilah selalu mengkonsumsi jajanan yang ada di sekolah mereka.
Sampel minuman yang diambil untuk penelitian adalah : es doger, jus buah, eh teh, es jeruk, es milo, dan es batu. Minuman-minuman tersebut umumnya terkontaminasi tiga jenis bakteri yang bisa membahayakan kesehatan anak-anak, yakni escherichia coli, salmonella, dan vibrio cholerae. Salah satu penyakit yang bisa ditimbulkan adalah diare. Hasil penelitian tersebut menunjukkan betapa rendahnya perlindungan kesehatan pada anak-anak. Padahal, jajanan makanan dan minuman saat bersekolah jadi aktivitas rutin yang biasa dilakukan anak-anak.

Selasa, 12 Mei 2009

Kesehatan GiGi dan Balita

Mulut adalah pintu gerbang kehidupan bagi manusia baru. Seorang bayi berhubungan pertama kali dengan ibunya melalui mulutnya pada saat menyusui. Pada saat menyusui itulah bayi belajar mengenali lingkungan sekitarnya.
Dibawah ini akan dijelaaskan hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan gigi anak.

1. Menyusui ASI vs susu botol

Menyusui ASI tidak saja hanya suatu cara untuk memberikan masukkan makanan bagi bayi tetapi juga melatih bayi untuk merangsang perkembangan otot-otot rongga mulut melalui gerakan menghisap. Pada saat menyusui, mulut bayi agak tertutup, lidah bergerak ke depan bersentuhan dengan bibir bawah, rahang bawah bergerak keatas dan kebawah, kedepan dan kebelakang membentuk gerakan yang ritmis. Gerakan-gerakkan ini tidak saja melatih otot tetapi juga mengurangi resiko radang telinga dan saluran pernafasan.

2. Pertumbuhan gigi

Pertumubuhan gigi adalah suatu proses yang alami dan tanpa rasa sakit. 40 % anak melewati masa tumbuh gigi tanpa gejala, namun banyak juga anak-anak yang mengalami masalah pada waktu akan tumbuh gigi. Gejala yang biasanya timbul adalah produksi air liur yang berlebihan, gangguan pola makanan, gangguan pola tidur dan kenaikan suhu tubuh.
Gigi manusia terdiri dari 2 set. Set yang pertama atau yang biasa disebut gigi susu akan mulai tumbuha pada saat usia bayi sekitar 6 bulan dan akan tanggal satu persaatu dimulai saat anak berusia 6 tahun. Set kedua adalah gigi tetap yang akan tumbuh menggantikan gigi susu. Gigi ini akan mulai tumbuh pada saat anak usia 6 tahun.
Menanti dan mengamati tumbuhnya gigi anak adalah peristiwa penting bagi orang tua. Namun setelah gigi tumbuh, seringkali gigi susu diabaikan karena dianggap hanya gigi sementara dan akan diganti dengan gigi tetap. Padahal gigi susu memgang peranan penting dalam perkembangan anak sehingga harus dijaga serta dirawat kesehatannya sampai gigi tanggal.
Gigi susu yang tidak dirawat dan dijaga kebersihannya akan mudah terserang karies, sehingga tanggal sebelum waktunya. Jika gigi susu tanggal sebelum waktunya, gigi-gigi disebelahnya akan bergeser untuk menempati ruang yang kosong. Akibatnya gigi tetap yang akan tumbuh akan kekurangan tempat dan gigi tetap akan tumbuh berjejal. Gigi berjejal selain mengganggu penampilan juga menyebabkan kelainan pengunyahan. Jika anak kehilangan gigi depannya, anak akan kesulitan untuk mengucapkan bunyi ‘s’ selain itu akan kesulitan menggigit makanan yang disukainya.

3. Kebiasaan buruk

3.1. Sindroma susu botol

Sindroma susu botol adalah karies pada gigi anak yang biasanya menyerang gigi-gigi depan rahang atas. Keadaan ini disebabkan oleh kebiasaan minum susu botol atau larutan gula pada waktu tidur. Faktor yang paling menentukan adalah lamanya gigi terekspose oleh larutan gula. Gula tersebut akan diubah oleh bakteri plak menjadi asam. Asam yang diproduksi oleh bakteri inilah yang akan melarutkan email gigi anak sehingga gigi menjadi berlubang.
Kondisi ini dapat dicegah dengan :
a. Gendonglah bayi selama bayi menyusui, sehingga jika ia tertidur menyusui dapat dihentikan dan bayi ditidurkan di tempat tidur.
b. Biarkan bayi tidur tanpa susu botol atau isilah botol dengan air tawar.
c. Jangan merendam dot dalam air gula.
d. Bersihkan plak pada gigi bayi/anak dengan handuk basah
e. Tanyakan kepada dokter gigi atau dokter anak untuk penambahan fluor
f. Hentikan penggunaan botol begitu anak sudah dapat minum dari gelas

3.2. Menghisap jempol atau menghisap dot

Menghisap jempol dianggap hal yang biasa pada bayi. Ada bayi yang tidak melakukan hal ini namun ada juga yang terus melakukannya sampai ia beranjak dewasa. Ada yang hanya melakukan saat terlalu lelah atau bosan. Menghisap jempol memeng memberikan rasa aman dan nyaman. Namun jika kebiasaan ini berlanjut tentu membawa dampak pada kondisi rongga mulut. Biasanya anak dengan kebiasaan ini gigi depannya akan lebih maju, langit-langit menjadi lebih tinggi, gigi belakang bersilang yang semuanya ini akan mempengaruhi penampilan dan juga fungsi pengunyahan. Tetapi keadaan ini diharapkan akan bisa kembali normal jika anak dapat menghilangkan kebiasaan ini sebelum tumbuh gigi tetapnya.
Pemakaian dot yang terlalu lamapun dapat memberikan dampak yang sama seperti pada kebiasaan menghisap jempol, akan menyebabkan gigi tonggos.

4. Perawatan Kesehatan gigi anak

4.1. Membersihkan gigi

Orang tua sudah harus mulai membersihkan gigi anak segera setelah gigi anak tumbuh pertama kali. Basuhlah gigi dengan lembut menggunakan handuk halus basah terutama setelah menyusui. Gusi, lidah, pipi bagian dalam, langit-langit juga harus dibasuh untuk menghilangkan sisa makanan dan susu.
Saat anak berusia kira-kira 18 bulan, sudah harus diperkenalkan dengan sikat gigi. Gunakan sikat gigi dengan bulu yang halus dan kepala sikat yang kecil. Agar anak senang dan terbiasa menyikat gigi harus dimulai sejak dini.
Selain cara menyikat gigi yang benar, posisi orang tua dalam membantu anak menggosok gigi juga penting untuk diperhatikan. Jika anak masih terlalu kecil, ia dapat dibaringkan di meja bayi. Jika anak sudah agak besar, anak dapat dibaringkan di sofa dan kepala bayi dipangkuan orang tuanya. Posisi tersebut akan sangat membantu dalam pembersihan gigi anak.
Waktu menyikat gigi harus selalu diingat, sebaiknya dilakukan dua kali sehari, pagi sesudah sarapan dan malam sebelum tidur.

4.2. Pemberian fluorida

Fluorida adalah mineral yang mampu menguatkan email gigi. Mineral ini sangat dibutuhkan pada masa pertumbuhan daan perkembangan.
ASI dan susu sapi murni hanya sedikit mengandung fluorida namun susu formula biasanya telah diberi tambahan fluorida. Fluorida tambahan terdapat dalam sediaan cair maupun tablet. Dosisnya ditentukan berdasarkan umur dan berat badan serta kondisi air setempat, untuk itu tanyakan pada dokter gigi yang merawat gigi anak anda.

4.3. Konsumsi makanan yang bemanfaat bagi gigi dan yang merugikan gigi.

Sayuran yang mempunyai banyak serat sangat bermanfaat bagi gigi, selain bergizi juga membantu pembersihan gigi. Keju, kacang-kacangan juga bermanfaat bagi gigi serta makanan dan minuman yang mengandung kalsium.
Sebaliknya makanan yang manis dapat merugikan kesehatan gigi. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa semua makanan manis berbahaya bagi kesehatan gigi dan harus dihindari sama sekali. Karena biar bagaimanapun tubuh kita tetap membutuhkan zat gula untuk menambah energi.
Berbahaya atau tidaknya makanan bergula yang kita makan sangat bergantung pada :
a. Jenis gula.
Gula terdiri dari berbagai jenis sukrosa, fruktosa(gula pada buah-buahan), laktosa ( gula pada susu ) dan maltosa. Diantara semua jenis gula, sukrosalah yang paling berbahaya. Sukrosa banyak dikonsumsi dalam bentuk gula pasir dan gula ynag digunakan untuk membuat kue. Jadi semua makanan yang mengandung gula jenis ini merugikan kesehatan gigi seperti biskuit, coklat, permen, kue, sirop dsb.
b. Sifat makanan bergula.
Makanan bergula yang bersifat lengket atau sulit dihilangkan dari gigi berbahaya bagi kesehatan gigi.
c. Frekwensi memakan makanan bergula.
Semakin sering dan semakin lama makanan bergula ada di dalam mulut akan semakin tinggi kadar asam di dalam mulut.

Anak-anak justru sangat menyenangi makanan yang manis-manis ini. Kita semua menyadari hampir mustahil untuk melarang anak mengkonsumsi permen coklat kesukaannya, namun ada banyak cara untuk mengatasi hal ini :
• Jangan dibiasakan untuk memberikan permen, coklat dan makanan manis sebagai hadiah kepada anak.
• Gantilah cemilan manis dengan cemilan dari buah, sayuran atau kacang-kacangan.
• Jika anak tetap merengek meminta makanan manis tersebut, berikan makanan tersebut bersamaan dengan waktu makan.
• Biasakan anak untuk berkumur setiap habis makan makanan yang manis-msnis.

4.4. Pemeriksaan rutin ke dokter gigi.

Selain hal-hal yg disebutkan diatas, pemeriksaan rutin ke
dokter gigi setiap 3 bulan sekali tetap diperlukan. Pemeriksaan ini sangat berguna untuk memonitor pertumbuhan dan perkembangan gigi anak serta mendeteksi kelainan gigi anak sejak dini.
Kunjungan pertama ke dokter gigi sebaiknya dilakukan pada saat anak dalam keadan sehat, sehingga anak hanya diperiksa tanpa ada tindakan yang menyakitkan. Hal ini untuk menghidari kesan yang buruk dari anak tentang dokter gigi. Dokter gigi seringkali menjadi sosok yang mengerikan bagi anak. Oleh karena itu sebelum membawa anak ke dokter gigi perlu diperhatikan beberapa hal berikut ini :
a. Persiapan anak
- Ceritakan tugas dokter gigi, perlihatkan foto-foto dokter gigi
- Jangan menakut-nakuti anak
- Jangan jadikan dokter gigi sebagai hukuman bagi anak.
- Usahakan anak sudah makan sebelum ke dokter gigi
- Bawakan mainan atau bacaan yang disenangi anak.
b. Buatlah perjanjian dengan okter gigi, supaya anak tidak menunggu terlalu lama
c. Catatlah semua keluhan anak dan hal-hal yang ingin anda utarakan atau tanyakan pada dokter gigi.
d. Pada kunjungan pertama, perkenalkan anak pada dokter giginya. Ceritakan tentang si anak agar anak merasa akrab.
e. Biasanya dokter gigi akan menanyakan dan mencatat data serta keluhan anak.
f. Mintalah pada dokter gigi untuk memeriksa anak sambil memberi kesempatan pada anak untuk mengenal peralatan dokter gigi. Jangan melakukan perawatan yang memberikan rasa sakit pada anak saat kunjungan pertamanya .

PENUTUP.

Jika semua usaha ini dilakukan dengan baik niscaya putra-putri Bapak/Ibu akan tumbuh dengan sehat, cerdas dan memiliki senyum cemerlang. Karena “Senyum anak adalah kebahagian Ibu”

Pengembangan Anak Usia Dini

Pembangunan sumber daya manusia merupakan salah satu upaya besar untuk mencapai cita-cita menyejahterakan bangsa seperti yang telah diamanatkan oleh UUD 1945. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut pembangunan bangsa dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan yang seperti diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025.

Pada dokumen tersebut secara jelas memuat bahwa kemandirian sejatinya adalah hakekat kemerdekaan yang ditandai oleh antara lain tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu memenuhi tuntutan kebutuhan dan kemajuan bangsa.

Pembangunan SDM Indonesia dilakukan dalam kerangka siklus hidup manusia yang dimulai dari dalam kandungan sampai lanjut usia. Untuk itu intervensi pelayanan sosial dasar perlu dilakukan sesuai dengan siklus tersebut. Salah satu tahap yang amat penting adalah tahap janin sampai anak masih berusia dini yaitu 0-6 tahun. Pada tahap ini tumbuh kembang anak berlangsung secara pesat dan bila anak dapat tumbuh kembang optimal, anak merupakan aset dan potensi yang di masa depan akan menyejahterakan bangsa. Oleh sebab itu pendekatan pelaksanaan pembangunan perlu menjadi peduli atau ramah bagi anak, sehingga upaya peningkatan kesejahteraan terarustamakan ke dalam seluruh program pembangunan yang berkait.

Pengasuhan dan Pengembangan Anak Dini Usia secara menyeluruh mencakup kesehatan dasar, gizi, dan pengembangan emosi serta intelektual anak perlu diperhatikan secara baik, karena amat menentukan perjalanan hidupnya.

Saat ini diperkirakan jumlah populasi anak berusia 0-6 tahun sekitar 27,6 juta. Secara absolut jumlah ini sangat besar terutama, jika dikaitkan dengan perlunya memastikan seluruh keluarga yang memiliki anak berusia 0-6 tahun dapat memenuhi kebutuhan untuk tumbuh kembang secara optimal.

Fakta lapangan, penyelenggaraan, Pengasuhan dan Pengembangan Anak Dini Usia sampai saat ini masih tersebar di sejumlah instansi yang terdiri dari Departemen Pendidikan Nasional dengan Taman Kanak-Kanak (TK) dan Pusat PPADU; Departemen Agama dengan Raudhatul Athfal (RA), Bustanul Athfal (BA), dan Taman pendidikan Al-Quran; Departemen Kesehatan dengan Kegiatan Gizi Balita dan Imunisasi, dan Pelayanan Dasar serta bersama-sama dengan Departemen Dalam Negeri melalui Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu); dan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana dengan Bina Keluarga Balita (BKB). Sasaran penyelenggaraannya pun umumnya tumpang tindih yang terlibat dari TK dan RA yang mempunyai sasaran kelompok anak berusi 5-6 tahun. Sementara itu TPA kelompok sasarannya anak berusia 3 bulan sampai 4 tahun. Dalam Posyandu, kelompok sasarannya adalah anak berusia 0-6 tahun, sedangkan dalan BKB kelompok sasarannya adalah ibu yang memiliki anak berusia 0-5 tahun, selain pelayanan langsung pada anaknya.

Dari uraian di atas ada lima permasalahan mendasar dalam Pengasuhan dan Pengembangan Anak Dini Usia, yaitu:

    • sudah banyak program yang berkenaan dengan upaya Pengasuhan dan Pengembangan Anak Dini Usia tetapi berbagai program tersebut masih perlu koordinasi dengan baik agar diperoleh tingkat efektifitas dan efisiensi;
    • belum ada sistem kelembangaan dan ketenagaan yang memadai di bidang Pengasuhan dan Pengembangan Anak Dini Usia, padahal sistem tersebut sangat diperlukan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi;
    • belum ada sistem advokasi dan desiminasi program pelayanan Pengasuhan dan Pengembangan Anak Dini Usia, padahal sistem tersebut sangat diperlukan untuk membangun dukungan masyarakat dan menyebarluaskan ke seluruh masyarakat;
    • belum ada pola dan sistem pendidikan informal masyarakat dalam Pengasuhan dan Pengembangan Anak Dini Usia, padahal pola dan sistem tersebut diperlukan, karena merupakan bagian penting dari keseluruhan pembangunan manusia; dan
    • tiap sektor yang berkenaan dengan program Pengasuhan dan Pengembangan Anak Dini Usia memiliki program dan anggaran yang tidak terpadu, padahal keterpaduan program dan anggaran sangat diperlukan untuk meningkatkanb efektifitas dan efisiensi.

Masalah kesehatan dan gizi anak usia dini

Janice J. Beauty dalam bukunya yang berjudul Skills for Preschool Teachers menjabarkan tentang bagaimana mengelola kelas yang sehat sebagai salah satu keahlian yang harus dimiliki pendidik Anak Usia Dini. Selain menjaga kesehatan lingkungan, kelas yang sehat berhubungan juga dengan menjaga kesehatan dan pemenuhan kebutuhan gizi anak. Kesehatan dan gizi merupakan aspek yang sangat penting dalam tumbuh kembang anak. Dalam penelitian yang dilakukan Ernesto Pollitt dkk (1993) menyatakan bahwa pemberian makanan yang sehat dan protein, akan mempengaruhi perkembangan kognitif selanjutnya. Selain itu, apa yang anak makan juga ikut mempengaruhi irama pertumbuhan, ukuran badan dan ketahanan terhadap penyakit (Brom dkk, 2005 dalam Santrock, 2007)

Janice J Beaty pun menerangkan bahwa mengelola kelas yang sehat berhubungan dengan bagaimana membuat progam pembelajaran yang meliputi kegiatan olah raga, latihan, mencuci tangan pengenalan gizi yang sehat dan pemeriksaan kesehatan. Selain itu hal yang tidak kalah pentingnya adalah memahami berbagai gejala penyakit yang sering dialami anak.

Menurut santrock (2007: 157) pada umumnya masalah kesehatan yang sering dialami anak-anak adalah kurang gizi, pola makan, kurang olah raga dan pelecehan. Seperti yang dinyatakan dalam penelitian Pollitt dkk, bahwa gizi sangat mempengaruhi perkembangan kognitif anak. Pola makan sangat berkaitan erat dengan hal ini. Maraknya makanan cepat saji dengan berbagai variasi yang sangat menarik untuk anak seperti hot dog, pizza, hamburger dsb, menjadi kendala tersendiri yang mempersulit pemenuhan kebutuhan gizi yang sehat. Perlu kreatifitas yang tinggi bagi guru dan orang tua untuk mengemas makanan sehat yang menarik bagi anak layaknya makanan cepat saji.
Selain makanan sehat, olahraga merupakan aspek yang sangat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik anak:
Exercise is linked with many aspects of being physically and mentally healthy in children and adult (Buck dkk, 2007 dalam Santrock, 2007)

Ketika berolah raga, anak menggerakan otot-otot tubuhnya yang merupakan stimulasi bagi perkembangan motorik terutama motorik kasar. Olah raga yang tepat sebagai stimulasi perkembangan motorik tersebut adalah yang sesuai dengan usia dan perkembangan anak. Ketika berolahraga pun anak belajar bersosialisasi dengan teman sebayanya. Jika olah raga tersebut berupa permainan maka anak akan belajar nilai-nilai social seperti sportifitas, kemenangan, kekalahan dan penghargaan. Karena itu kegiatan olah raga harus dikemas dengan beberapa tujuan pemberian stimulasi berbagai aspek perkembangan anak.

Meskipun anak yang sehat cenderung aktif, tapi kekebalan tubuh mereka belum stabil. Berbagai penyakit bisa mengancam kesehatan mereka diantaranya alergi, asma dan infeksi telinga. National Centre of Health Statistics pada tahun 2004, menyatakan penyebab kematian anak paling besar adalah kecelakaan, yang kedua adalah kanker terutama kanker darah (leukemia). Strategi untuk menghindari adalah dengan menggunakan sabuk pengaman, helm dan alat pengaman lainnya. Sedangkan penyakit kanker bisa dicegah dengan pemberian ASI.
Pemberian ASI sangat penting pada masa satu sampai enam bulan pertama. Salah satu keuntungan dari pemberian ASI adalah terbentuknya kekebalan tubuh. Manfaat ASI berdasarkan beberapa ahli kesehatan di Amerika Serikat adalah(Eiger & Olds, 1999; Hanson & Korotkova, 2002; Kramer, 2003):
1. Membuat berat badan bayi yang ideal, serta terhindar dari obesitas.
2. Mencegah alergi
3. Mencegah atau mengurangi gejala diare dan infeksi pernafasan
4. Menguatkan tulang
5. Mencegah penyakit kangker pada bayi dan kangker payudara pada ibu yang menyusui
6. mengurangi resiko SIDS (Sudden Infant Death Syndrome).

Selain berbagai penyakit yang berhubungan dengan fisik, kelainan anak yang berhubungan dengan mental pun mempengaruhi kesehatan anak. Penyakit tersebut diantaranya hiperaktif dan pelecehan. Sebagai pendidik PAUD, diperlukan kepekaan untuk melihat berbagai gejala dari kelainan tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, guru harus berkonsultasi dengan orang tua dan psikologi secara intensif sehingga mengetahui bagaimana seharusnya perlakuan pada anak yang memiliki kelainan tersebut.

kesehatan anak usia dini

Tingkat kesadaran masyarakat terhadap pemberian layanan pendidikan bagi anak sejak usia dini (0-6 tahun) masih sangat rendah. Tingkat kesadaran masyarakat terhadap pemberian layanan pendidikan bagi anak sejak usia dini (0-6 tahun) masih sangat rendah. Hal itu disebabkan antara lain karena kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan anak usia dini itu sendiri.
"Meskipun selama ini pemerintah dan masyarakat telah menyelenggarakan berbagai program layanan pendidikan bagi anak usia dini. Namun, kenyataannya hingga saat ini masih banyak anak usia dini yang belum memperoleh layanan pendidikan," kata Gutama, Direktur Pendidikan Anak Usia Dini Departemen Pendidikan Nasional, pada sosialisasi pendidikan anak usia dini bagi tokoh agama se-Jabotabek di Jakarta, Selasa (6/1).
Gutama menyebutkan, dari sekitar 26 juta anak usia dini, baru sekitar 28 persen yang tersentuh layanan pendidikan. Sosialisasi pendidikan anak usia dini juga diakui belum menyentuh secara merata pada lapisan masyarakat terbawah di tingkat kecamatan dan kabupaten/kota.
Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Fasli Jalal menyebutkan sejumlah masalah mendasar lainnya berkaitan dengan pendidikan usia dini. Menurut Fasli, hingga saat ini belum ada sistem yang bersifat holistik untuk menjamin keterpaduan dalam penanganan anak usia dini.
Masih banyaknya anak usia dini yang tidak tersentuh pendidikan apa pun juga disebabkan masih sangat terbatasnya jumlah tenaga pendidik dan kependidikan untuk mereka. Hal itu diperburuk oleh relatif rendahnya kualitas tenaga yang sudah ada.
Fasli menambahkan bahwa faktor geografis dan kendala transportasi juga menjadi masalah mendasar. Sebab, anak- anak usia dini, yang seharusnya mendapat layanan pendidikan, berada di wilayah yang sangat terpencar. Bahkan, sebagian berada di daerah yang sulit dijangkau karena kendala transportasi.
"Ketersediaan prasarana dan sarana pendidikan bagi anak usia dini juga masih minim, terutama bagi mereka yang berusia di bawah empat tahun," ungkap Fasli.
Menurut Fasli, jumlah perguruan tinggi yang memiliki jurusan khusus pendidikan anak usia dini pun masih terbatas. Adapun penelitian di bidang pendidikan usia dini juga masih terbatas.
Gutama menjelaskan, pihaknya telah mengembangkan kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi berkaitan dengan pendidikan anak usia dini tersebut, di antaranya dengan Universitas Negeri Jakarta, Univeristas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Universitas Negeri Padang,

kesehatan anak usia dini

Tingkat kesadaran masyarakat terhadap pemberian layanan pendidikan bagi anak sejak usia dini (0-6 tahun) masih sangat rendah. Tingkat kesadaran masyarakat terhadap pemberian layanan pendidikan bagi anak sejak usia dini (0-6 tahun) masih sangat rendah. Hal itu disebabkan antara lain karena kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan anak usia dini itu sendiri.
"Meskipun selama ini pemerintah dan masyarakat telah menyelenggarakan berbagai program layanan pendidikan bagi anak usia dini. Namun, kenyataannya hingga saat ini masih banyak anak usia dini yang belum memperoleh layanan pendidikan," kata Gutama, Direktur Pendidikan Anak Usia Dini Departemen Pendidikan Nasional, pada sosialisasi pendidikan anak usia dini bagi tokoh agama se-Jabotabek di Jakarta, Selasa (6/1).
Gutama menyebutkan, dari sekitar 26 juta anak usia dini, baru sekitar 28 persen yang tersentuh layanan pendidikan. Sosialisasi pendidikan anak usia dini juga diakui belum menyentuh secara merata pada lapisan masyarakat terbawah di tingkat kecamatan dan kabupaten/kota.
Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Fasli Jalal menyebutkan sejumlah masalah mendasar lainnya berkaitan dengan pendidikan usia dini. Menurut Fasli, hingga saat ini belum ada sistem yang bersifat holistik untuk menjamin keterpaduan dalam penanganan anak usia dini.
Masih banyaknya anak usia dini yang tidak tersentuh pendidikan apa pun juga disebabkan masih sangat terbatasnya jumlah tenaga pendidik dan kependidikan untuk mereka. Hal itu diperburuk oleh relatif rendahnya kualitas tenaga yang sudah ada.
Fasli menambahkan bahwa faktor geografis dan kendala transportasi juga menjadi masalah mendasar. Sebab, anak- anak usia dini, yang seharusnya mendapat layanan pendidikan, berada di wilayah yang sangat terpencar. Bahkan, sebagian berada di daerah yang sulit dijangkau karena kendala transportasi.
"Ketersediaan prasarana dan sarana pendidikan bagi anak usia dini juga masih minim, terutama bagi mereka yang berusia di bawah empat tahun," ungkap Fasli.
Menurut Fasli, jumlah perguruan tinggi yang memiliki jurusan khusus pendidikan anak usia dini pun masih terbatas. Adapun penelitian di bidang pendidikan usia dini juga masih terbatas.
Gutama menjelaskan, pihaknya telah mengembangkan kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi berkaitan dengan pendidikan anak usia dini tersebut, di antaranya dengan Universitas Negeri Jakarta, Univeristas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Universitas Negeri Padang,